Budaya
perusahaan diaktualisasikan dalam bentuk simbol / maskot dan jargon
"INTAN" yang bermakna:
I
= Inovatif :
1. Berinisiatif, kreatif dan produktif
2. Berorientasi pada solusi
N
= Nilai Moral Tinggi :
3. Taat Beribadah
4. Jujur dan berfikir positif
T
= Terampil :
5. Kompeten di bidangnya
6. Selalu mengembangkan diri
A
= Adi Layanan :
7. Peka dan cepat tanggap
8. Empatik, santun dan ramah
N
= Nuansa Citra :
9. Memiliki sense of belonging
10. Peduli nama baik perusahaan
Makna
yang terkandung dalam maskot INTAN:
Kepala berbentuk berlian memberi makna bahwa Pegadaian
mengenal batu intan sudah puluhan tahun, Intan tidak lebih dari sebuah
bongkahan batu yang diciptakan alam dalam suatu proses beratus tahun lamanya.
Kekerasannya menjadikan dia tidak dapat tergores dari benda lain. Tetapi dia
juga dapat dibentuk menjadi batu yang sangat cemerlang (brilliant) . Dengan kecemerlangan itulah kemudian dia disebut
berlian. Karakteristik batu intan itu diharapkan terdapat juga pada setiap
insan Pegadaian.
Sikap tubuh dengan tangan terbuka dan tersenyum memberi
makna sikap seorang pelayan yang selalu siap memberikan pelayanan prima kepada
siapa saja. Rompi warna hijau bermakna memberi keteduhan sebagai insan
Pegadaian.
A.
TIPE BUDAYA ORGANISASI PADA PERUM PEGADAIAN CABANG DINOYO
Tipe
budaya yang ada di Perum Pegadaian Cabang Dinoyo adalah Integrative Culture. Karena pada Perum Pegadaian perhatian terhadap
orang maupun perhatian pada kinerja sangat tinggi. Perhatian terhadap orang
dibuktikan dengan dikembangkannya gaya manajemen partisipatif dan dalam
keseharian di tempat kerja lebih mengedepankan prinsip kebersamaan dan
kekeluargaan, hal ini untuk mewujudkan budaya partisipatif di Perum Pegadaian. Selain
itu perhatian terhadap masyarakat (pelanggan) juga sangat tinggi. Ini
dibuktikan dengan adanya misi organisasi yaitu “Membantu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya
golongan menengah ke bawah dengan memberikan solusi keuangan yang terbaik…”. Di
sini kesejahteraan rakyat sangat diperhatikan. Untuk mewujudkan misi tersebut,
dibangunlah budaya organisasi yang diaktualisasikan dalam bentuk simbol INTAN. Tujuan
dari setiap makna dari simbol tersebut adalah agar pegawai Perum Pegadaian
dapat selalu memberikan pelayanan prima bagi rakyat (masyarakat). Budaya INTAN
tersebut tentunya bukan hanya sebagai simbol semata, namun pegawai diharapkan
benar-benar mengaktualisasikan simbol tersebut dalam menjalankan pekerjaannya
sehari-hari. Berbagai sosialisasi agar budaya tersebut dapat benar-benar
diterapkan juga telah dijalankan. Selama ini pegawai Perum Pegadaian Cabang
Dinoyo sudah berusaha menjalankan budaya INTAN tersebut, meskipun masih ada
sebagian kecil pegawai yang belum memahami dan menyadari arti penting dari
budaya INTAN tersebut. Namun selama ini budaya tersebut tetap menjadi acuan
dalam menjalankan pekerjaan oleh sebagian besar pegawai.
Pada
Perum Pegadaian perhatian terhadap kinerja juga sangat tinggi. Berbagai upaya
pengembangan dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Upaya pengembangan
tersebut antara lain:
1. Manajemen PERUM Pegadaian telah
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pegawai untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan
yaitu dengan memberikan kesempatan pelatihan (diklat) secara teratur, memberi
kesempatan melanjutkan pendidikan baik dengan beasiswa perusahaan ataupun biaya
sendiri juga adanya peluang promosi bagi mereka yang berpotensi.
2. Partisipasi, yaitu adanya kesempatan
untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pengambilan keputusan yang
mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan.
3. Sistem imbalan yang inovatif, yaitu
bahwa imbalan yang diberikan kepada pegawai memungkinkan mereka untuk memuaskan
berbagai kebutuhannya sesuai dengan standard hidup pegawai yang bersangkutan
dan sesuai dengan standard pengupahan dan penggajian yang berlaku di pasaran
kerja. Manajemen PERUM Pegadaian selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan pegawai
dengan memberikan gaji dan bonus berupa jasa poduksi, THR, tunjangan cuti dan
asuransi jiwa/kesehatan.
4. Lingkungan kerja, yaitu tersedianya
lingkungan kerja yang kondusif termasuk di dalamnya penetapan jam kerja,
peraturan yang berlaku, kepemimpinan serta lingkungan fisik. Dari waktu ke
waktu manajemen selalu berusaha untuk memperbaiki kondisi fisik bangunan gedung
yang menjadi tempat operasional pelayanan gadai, hal ini bisa dilihat pada
fisik kantor PERUM Pegadaian. Manajemen juga berusaha untuk menciptakan
lingkungan kerja yang sehat, jam kerja yang cukup fleksibel serta memberikan
hak cuti baik itu cuti tahunan, cuti besar, cuti karena alasan sakit ataupun
cuti melahirkan.
Berbagai
upaya pengembangan pegawai tersebut adalah agar kerja pegawai dapat lebih baik
sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Peningkatan kinerja tersebut diharapkan
dapat meningkatkan citra Perum Pegadaian, khususnya pada Cabang Dinoyo.
B.
PENERAPAN CARING
CULTURE PADA PERUM PEGADAIAN CABANG DINOYO SETELAH REFORMASI
Organisasi-organisasi publik di Indonesia jika dianalisis dengan
menggunakan empat tipe budaya yaitu apathetic
culture, caring culture, exacting culture, dan integrative culture, maka
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar organisasi publik memiliki budaya
organisasi yang bertipe Caring.
Organisasi-organisasi publik di Indonesia biasanya memiliki perhatian yang
sangat rendah terhadap kinerja pelaksanaan tugas, tetapi memiliki perhatian
yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia. Hal ini nampak dari
ciri-ciri birokrat sebagai berikut:
(a) lebih
mementingkan kepentingan pimpinan ketimbang kepentingan klien atau pengguna
jasa;
(b) lebih merasa
sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat;
(c) meminimalkan
resiko dengan cara menghindari inisiatif;
(d) menghindari
tanggung jawab;
(d) menolak
tantangan; dan
(e) tidak suka
berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Pada perum pegadaian Cabang Dinoyo berdasarkan hasil wawancara dan
analisis, maka dapat disimpulkan bahwa pegawai pada Perum Pegadaian Cabang
dinoyo setelah reformasi sudah berusaha untuk menghindari ciri birokrat seperti
yang disebutkan di atas. Perum pegadaian belajar dari pengalaman lalu, sebelum
reformasi, yang masih ada anggapan pegadaian sebagai “Dewa Penolong” yang
menempatkan posisi daya tawar perusahaan yang jauh lebih tinggi dari nasabah
dan menimbulkan anggapan dimanapun pegadaian berada akan dicari orang. Persepsi
ini menyebabkan pegadaian tidak perlu berpromosi dan pegawai tidak perlu
pintar-pintar karena dengan kualitas yang ada sudah cukup untuk menjalankan
operasional pegadaian. Oleh karena itu orientasi pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan kepuasan nasabah kurang mendapat perhatian. Orientasi
pada waktu itu difokuskan pada upaya untuk meningkatkan modal kerja dengan cara
meningkatkan surplus guna menambah modal
sendiri. Hal ini menyebabakan inisiatif dan inovasi pegawai sangat rendah.
Setelah reformasi anggaan pegadaian sebagai “Dewa Penolong” sudah
dihilangkan. Para pegawai pegadaian lebih bersikap sebagai abdi masyarakat,
bukan abdi Negara. Hal ini tergambar pada sikap pegawai yang santun, ramah
serta peka dan tanggap pada kepentingan masyarakat, sesuai dengan jargon INTAN
yang merupakan budaya pada perum pegadaian. Meskipun tidak semua pegawai
bersikap seperti itu, namun sudah sebagian besar pegawai sudah menerapkan
budaya INTAN tersebut. Hanya sebagian kecil pegawai yang masih belum memaknai
budaya INTAN sebagai budaya yang harus benar-benar diterapkan.
Dalam memberikan pelayanan, kepentingan pengguna jasa (masyarakat) lebih
diutamakan ketimbang kepentingan pimpinan dan kepentingan diri sendiri.
Terdapat tanggung jawab dan inisiatif dalam melaksanakan tugas agar
pekerjaannya dapat terpenuhi dengn baik. Hal ini juga sesuai dengan jargon
INTAN pada perum pegadaian. Selain itu yang juga tak kalah penting pada perum
pegadaian terdapat inovasi sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat. Selain
mengembangkan produk-produk jasa keuangan yang diperlukan masyarakat, Pegadaian
juga meluncurkan Program CSR yang diberi nama “Go Entrepreneur”. Dengan program
tersebut Perum Pegadaian ingin turut berpartisipasi menumbuhkan bibit wirausaha
di kalangan muda.
Dengan meluncurkan
program itu Perum Pegadaian ingin turut meningkatkan kualitas kesejahteraan
masyarakat sekaligus membina hubungan dengan generasi muda sebagai calon
pemimpin masa depan, dengan cara menumbuhkan semangat berwirausaha di kalangan
muda, kalangan muda yang dimaksud disini adalah pelajar dan mahasiswa.
Pembibitan wirausaha dengan sasaran kaum muda adalah pilihan yang tepat. Dengan
mengikuti program ini, diharapkan peserta mengalami perubahan cara berfikir (mindset)
dan bercita-cita menjadi pengusaha.
Selain itu, dengan
adanya program ini, Perum Pegadaian berharap bisa lebih dekat dengan pelajar
atau mahasiswa serta masyarakat. Karena kalangan muda ini juga adalah kelompok
potensial yang beberapa tahun ke depan bisa menjadi nasabah atau pelanggan
Perum Pegadaian. Mereka juga sekaligus bisa menjadi pemasar tidak langsung (indirect
marketing) produk-produk Perum Pegadaian.
C.
BUDAYA KINERJA PERUM PEGADAIAN CABANG DINOYO
Budaya kinerja adalah suatu situasi kerja yang memungkinkan semua pegawai
dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya.
Situasi kerja dapat
diciptakan dari lingkungan kerja, yaitu tersedianya lingkungan kerja yang
kondusif termasuk di dalamnya penetapan jam kerja, peraturan yang berlaku,
kepemimpinan serta lingkungan fisik.
Dari waktu ke waktu
manajemen Perum Pegadaian selalu berusaha untuk memperbaiki kondisi fisik bangunan
gedung yang menjadi tempat operasional pelayanan gadai, hal ini bisa dilihat
pada fisik kantor Perum Pegadaian. Pada Perum Pegadaian Cabang Dinoyo kondisi
fisik kantor sudah cukup bagus, pegawai sudah merasa nyaman dalam melaksanakan
pekerjaan sehari-harinya. Fasilitas yang diperlukan pegawai seperti kamar
mandi, tempat sholat, juga sudah cukup memadai. Dengan demikian situasi kerja dari fisik kantor sudah memungkinkan pegawai
dapat melaksanakan pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya. Dengan
kondisi fisik bangunan yang sudah cukup nyaman tersebut juga menyebabkan
konsumen yang datang pada perum Pegadaian merasa puas dan memiliki pandangan
positif pada perum pegadaian sehingga konsumen tidak kapok untuk kembali jika
memerlukan jasa dari Perum Pegadaian lagi.
Manajemen juga berusaha
untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, jam kerja yang cukup fleksibel
serta memberikan hak cuti baik itu cuti tahunan, cuti besar, cuti karena alasan
sakit ataupun cuti melahirkan bagi para pegawainya. Hal ini juga tidak kalah
penting karena dengan adanya lingkungan kerja yang sehat tersebut dapat
meningkatkan kesejahteraan pegawai yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kinerja pegawai.
Namun yang belum
mendapat perhatian dari pihak manajemen adalah pada keselamatan kerja terutama bagi penaksir, yang
setiap hari bertugas melakukan pengujian terhadap barang jaminan emas terutama
dengan menggunakan air uji nitrat, yang tentu saja sangat berdampak pada
kesehatan penaskir yang bersangkutan.
Manajemen belum terlalu memperhatikan keselamatan kerja mereka, padahal tugas
dan fungsi mereka juga tidak kalah penting jika dibandingkan dengan pegawai
yang bertugas melayani konsumen secara langsung.
D.
10 SEMANGAT
KEWIRAUSAHAAN PADA PERUM PEGADAIAN CABANG DINOYO
1. Mengarahkan ketimbang mengayuh
Pimpinan pada Perum Pegadaian Cabang Dinoyo dalam
memberikan penjelasan kepada bawahannya cenderung mengarahkan ketimbang
mengayuh. Hal ini terbukti pada sosialisasi budaya organisasi pada pegawai.
Dari sosialisasi tersebut pegawai diarahkan untuk menjalankan pekerjaan sesuai
dengan budaya yang berlaku pada Perum Pegadaian. Pimpinan cenderung memberikan
pengertian bahwa budaya organisasi sangat penting untuk dijalankan untuk
mencapai misi organisasi. Pegawai tidak diawasi dan diajari setiap saat, namun
yang lebih ditekankan adalah menumbuhkan kesadaran pada individu pegawai agar
dapat menjalankan tugas pekerjaannya sendiri sesuai dengan budaya yang
diinginkan.
2. Memberi wewenang kepada masyarakat
Dengan memberikan uang pinjaman pada masyarakat Perum
Pegadaian telah memberikan wewenang pada masyarakat untuk mengembangkan sendiri
uang dari hasil pinjaman tersebut. Masyarakat dapat mengembangkan pinjaman
tersebut untuk berbagai keperluan yang dapat mengembangkan kondisi
perekonomiannya. Seperti misalnya menggunakan uang pinjaman untuk berwirausaha
sehingga jika berhasil dapat mengangkat perekonomiannya.
3. Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan
Pelayanan dari masing-masing cabang perum pegadaian akan
dinilai oleh pusat. Jadi terdapat dorongan untuk melaksanakan pelayanan terbaik
pada masing-masing cabang. Seperti pada Perum Pegadaian Cabang Dinoyo yang
merasa harus bersaing dengan cabang atau institusi lain yang juga bergerak
dalam bidang jasa yang sama. Dengan demikian ada komitmen yang kuat dari
pegawai untuk terus meningkatkan pelayanan.
4. Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi daripada
peraturan
Cara kerja Perum Pegadaian digerakkan oleh misi
perusahaan yaitu “Membantu program
pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya golongan menengah ke
bawah dengan memberikan solusi keuangan yang terbaik melalui penyaluran
pinjaman skala mikro, kecil dan menengah atas dasar hukum gadai dan fidusia; memberikan
manfaat kepada pemangku kepentingan dan melaksanakan tata kelola perusahaan
yang baik secara konsisten; serta melaksanakan usaha lain dalam rangka
optimalisasi sumber daya..”
Misi ini yang lebih mendorong pegawai pegadaian
melaksanakan pelayanan yang berkualitas pada masyarakat, daripada peraturan.
Melalui misi tersebut Perum Pegadaian ikut meningkatkan perekonomian masyarakat
dengan cara memberikan uang pinjaman berdasarkan hukum gadai kepada masyarakat
kecil, baik yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif, agar mereka
terhindar dari praktek pinjaman uang dengan bunga yang tidak wajar.
5. Lebih berorientasi pada hasil bukan input
Orientasi Perum Pegadaian adalah bagaimana menghasilkan
kinerja yang baik sehingga kepuasan konsumen dapat tercipta. Input kinerja
seperti sumber daya manusia, modal, dan waktu sebenarnya juga diperhatikan.
Namun yang jauh lebih mendapat perhatian dari pimpinan yaitu hasil akhirnya.
6. Berorientasi pada pelanggan bukan birokrasi
Sesuai dengan misi perusahaan yaitu “Membantu program pemerintah meningkatkan
kesejahteraan rakyat…” maka orientasi perum Pegadaian adalah pelanggan
(rakyat). Pegawai tidak bertindak sebagai abdi Negara, melainkan bertindak
sebagai abdi masyarakat.
7. Berorientasi wirausaha
Kegiatan yang dilakukan pada Perum Pegadaian orientasinya
adalah wirausaha. Seperti program CSR yang diberi nama “Go
Entrepreneur”. Dengan program tersebut Perum Pegadaian ingin turut
berpartisipasi menumbuhkan bibit wirausaha di kalangan muda.
8. Bersifat antisipatif
Pegawai dalam menjalankan pekerjaannya tidak serta merta
hanya menjalankan pekerjaan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kadang kala
juga diperlukan antisipasi pemecahan masalah sendiri jika ada kejadian di luar
dugaan. Seperti misalnya terjadi peristiwa kerusakan barang akibat kelalaian
pegawai di depan konsumen yang secara langsung menyaksikan kelalaian pegawai
tersebut, pegawai harus memiliki antisipasi pemecahan masalah yang dapat
diterima oleh konsumen, tidak hanya menunggu perintah dan solusi dari atasan.
9. Menciptakan desentralisasi
Setelah statusnya berubah menjadi Perusahaan
Umum (Perum) pada tahun 1990, maka seluruh kekayaan termasuk pegawai pegadaian
dipisahkan dari administrasi Departemen Keuangan. Dari sini desentralisasi
mulai terbentuk. Perum Pegadaian merasa perlu memikirkan suatu identitas perusahaan
untuk menjalankan usahanya sendiri. Alat timbangan kemudian dipilih sebagai
identitas perusahaan yang dikembangkan berdasarkan kepribadan pegadaian yaitu
“mengatasi masalah tanpa masalah”. Tentunya itu tidak semata-mata hanya sebagai
jargon kalimat tanpa makna, namun kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai harus
benar-benar dapat memberikan solusi yang baik bagi masyarakat.
Namun jika dilihat pada budaya Perum Pegadaian
Cabang Dinoyo belum dapat menciptakan desentralisasi. Karena budaya organisasi
masih tergantung pada pusat. Berbagai inovasi program yang dijalankan juga
merupakan rekomendasi dari pusat, jadi belum dapat mengatur dan membuat budaya
organisasi sendiri di cabang tersebut.
10. Berorientasi pada pasar
Orientasi pada perum pegadaian adalah bagaimana agar pasar
dapat berpihak pada perusahaan tersebut. Dengan semakin ketatnya persaingan
dalam bidang jasa yang sama, maka pegawai harus pandai agar pasar dapat percaya
pada Perum Pegadaian, bukan pada institusi lain.
DAFTAR PUSTAKA
Mangkunegara,
Anwar Prabu. 2005. Perilaku dan Budaya
Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Handout Mata
Kuliah Manajemen Pelayanan Prima
www.pegadaian.co.id