Selasa, 01 Oktober 2013

BUDAYA ORGANISASI PERUM PEGADAIAN

Budaya perusahaan diaktualisasikan dalam bentuk simbol / maskot dan jargon "INTAN" yang bermakna:

I = Inovatif :
1. Berinisiatif, kreatif dan produktif
2. Berorientasi pada solusi
N = Nilai Moral Tinggi :
3. Taat Beribadah
4. Jujur dan berfikir positif
T = Terampil :
5. Kompeten di bidangnya
6. Selalu mengembangkan diri
A = Adi Layanan :
7. Peka dan cepat tanggap
8. Empatik, santun dan ramah
N = Nuansa Citra :
 9. Memiliki sense of belonging
10. Peduli nama baik perusahaan

Makna yang terkandung dalam maskot INTAN:
Kepala berbentuk berlian memberi makna bahwa Pegadaian mengenal batu intan sudah puluhan tahun, Intan tidak lebih dari sebuah bongkahan batu yang diciptakan alam dalam suatu proses beratus tahun lamanya. Kekerasannya menjadikan dia tidak dapat tergores dari benda lain. Tetapi dia juga dapat dibentuk menjadi batu yang sangat cemerlang (brilliant) . Dengan kecemerlangan itulah kemudian dia disebut berlian. Karakteristik batu intan itu diharapkan terdapat juga pada setiap insan Pegadaian.
Sikap tubuh dengan tangan terbuka dan tersenyum memberi makna sikap seorang pelayan yang selalu siap memberikan pelayanan prima kepada siapa saja. Rompi warna hijau bermakna memberi keteduhan sebagai insan Pegadaian.
A.    TIPE BUDAYA ORGANISASI PADA PERUM PEGADAIAN CABANG DINOYO
Tipe budaya yang ada di Perum Pegadaian Cabang Dinoyo adalah Integrative Culture. Karena pada Perum Pegadaian perhatian terhadap orang maupun perhatian pada kinerja sangat tinggi. Perhatian terhadap orang dibuktikan dengan dikembangkannya gaya manajemen partisipatif dan dalam keseharian di tempat kerja lebih mengedepankan prinsip kebersamaan dan kekeluargaan, hal ini untuk mewujudkan budaya partisipatif di Perum Pegadaian. Selain itu perhatian terhadap masyarakat (pelanggan) juga sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan adanya misi organisasi yaitu “Membantu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya golongan menengah ke bawah dengan memberikan solusi keuangan yang terbaik…”. Di sini kesejahteraan rakyat sangat diperhatikan. Untuk mewujudkan misi tersebut, dibangunlah budaya organisasi yang diaktualisasikan dalam bentuk simbol INTAN. Tujuan dari setiap makna dari simbol tersebut adalah agar pegawai Perum Pegadaian dapat selalu memberikan pelayanan prima bagi rakyat (masyarakat). Budaya INTAN tersebut tentunya bukan hanya sebagai simbol semata, namun pegawai diharapkan benar-benar mengaktualisasikan simbol tersebut dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Berbagai sosialisasi agar budaya tersebut dapat benar-benar diterapkan juga telah dijalankan. Selama ini pegawai Perum Pegadaian Cabang Dinoyo sudah berusaha menjalankan budaya INTAN tersebut, meskipun masih ada sebagian kecil pegawai yang belum memahami dan menyadari arti penting dari budaya INTAN tersebut. Namun selama ini budaya tersebut tetap menjadi acuan dalam menjalankan pekerjaan oleh sebagian besar pegawai.
Pada Perum Pegadaian perhatian terhadap kinerja juga sangat tinggi. Berbagai upaya pengembangan dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Upaya pengembangan tersebut antara lain:
1. Manajemen PERUM Pegadaian telah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pegawai  untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan yaitu dengan memberikan kesempatan pelatihan (diklat) secara teratur, memberi kesempatan melanjutkan pendidikan baik dengan beasiswa perusahaan ataupun biaya sendiri juga adanya peluang promosi bagi mereka yang berpotensi.
2. Partisipasi, yaitu adanya kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan.
3. Sistem imbalan yang inovatif, yaitu bahwa imbalan yang diberikan kepada pegawai memungkinkan mereka untuk memuaskan berbagai kebutuhannya sesuai dengan standard hidup pegawai yang bersangkutan dan sesuai dengan standard pengupahan dan penggajian yang berlaku di pasaran kerja. Manajemen PERUM Pegadaian selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan memberikan gaji dan bonus berupa jasa poduksi, THR, tunjangan cuti dan asuransi jiwa/kesehatan.
4. Lingkungan kerja, yaitu tersedianya lingkungan kerja yang kondusif termasuk di dalamnya penetapan jam kerja, peraturan yang berlaku, kepemimpinan serta lingkungan fisik. Dari waktu ke waktu manajemen selalu berusaha untuk memperbaiki kondisi fisik bangunan gedung yang menjadi tempat operasional pelayanan gadai, hal ini bisa dilihat pada fisik kantor PERUM Pegadaian. Manajemen juga berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, jam kerja yang cukup fleksibel serta memberikan hak cuti baik itu cuti tahunan, cuti besar, cuti karena alasan sakit ataupun cuti melahirkan.
Berbagai upaya pengembangan pegawai tersebut adalah agar kerja pegawai dapat lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Peningkatan kinerja tersebut diharapkan dapat meningkatkan citra Perum Pegadaian, khususnya pada Cabang Dinoyo.

B.     PENERAPAN CARING CULTURE PADA PERUM PEGADAIAN CABANG DINOYO SETELAH REFORMASI
Organisasi-organisasi publik di Indonesia jika dianalisis dengan menggunakan empat tipe budaya yaitu apathetic culture, caring culture, exacting culture, dan integrative culture, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar organisasi publik memiliki budaya organisasi yang bertipe Caring. Organisasi-organisasi publik di Indonesia biasanya memiliki perhatian yang sangat rendah terhadap kinerja pelaksanaan tugas, tetapi memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia. Hal ini nampak dari ciri-ciri birokrat sebagai berikut:
(a) lebih mementingkan kepentingan pimpinan ketimbang kepentingan klien atau pengguna jasa;
(b) lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat;
(c) meminimalkan resiko dengan cara menghindari inisiatif;
(d) menghindari tanggung jawab;
(d) menolak tantangan; dan
(e) tidak suka berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Pada perum pegadaian Cabang Dinoyo berdasarkan hasil wawancara dan analisis, maka dapat disimpulkan bahwa pegawai pada Perum Pegadaian Cabang dinoyo setelah reformasi sudah berusaha untuk menghindari ciri birokrat seperti yang disebutkan di atas. Perum pegadaian belajar dari pengalaman lalu, sebelum reformasi, yang masih ada anggapan pegadaian sebagai “Dewa Penolong” yang menempatkan posisi daya tawar perusahaan yang jauh lebih tinggi dari nasabah dan menimbulkan anggapan dimanapun pegadaian berada akan dicari orang. Persepsi ini menyebabkan pegadaian tidak perlu berpromosi dan pegawai tidak perlu pintar-pintar karena dengan kualitas yang ada sudah cukup untuk menjalankan operasional pegadaian. Oleh karena itu orientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kepuasan nasabah kurang mendapat perhatian. Orientasi pada waktu itu difokuskan pada upaya untuk meningkatkan modal kerja dengan cara meningkatkan surplus guna menambah  modal sendiri. Hal ini menyebabakan inisiatif dan inovasi pegawai sangat rendah.
Setelah reformasi anggaan pegadaian sebagai “Dewa Penolong” sudah dihilangkan. Para pegawai pegadaian lebih bersikap sebagai abdi masyarakat, bukan abdi Negara. Hal ini tergambar pada sikap pegawai yang santun, ramah serta peka dan tanggap pada kepentingan masyarakat, sesuai dengan jargon INTAN yang merupakan budaya pada perum pegadaian. Meskipun tidak semua pegawai bersikap seperti itu, namun sudah sebagian besar pegawai sudah menerapkan budaya INTAN tersebut. Hanya sebagian kecil pegawai yang masih belum memaknai budaya INTAN sebagai budaya yang harus benar-benar diterapkan.
Dalam memberikan pelayanan, kepentingan pengguna jasa (masyarakat) lebih diutamakan ketimbang kepentingan pimpinan dan kepentingan diri sendiri. Terdapat tanggung jawab dan inisiatif dalam melaksanakan tugas agar pekerjaannya dapat terpenuhi dengn baik. Hal ini juga sesuai dengan jargon INTAN pada perum pegadaian. Selain itu yang juga tak kalah penting pada perum pegadaian terdapat inovasi sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat. Selain mengembangkan produk-produk jasa keuangan yang diperlukan masyarakat, Pegadaian juga meluncurkan Program CSR yang diberi nama “Go Entrepreneur”. Dengan program tersebut Perum Pegadaian ingin turut berpartisipasi menumbuhkan bibit wirausaha di kalangan muda.
Dengan meluncurkan program itu Perum Pegadaian ingin turut meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat sekaligus membina hubungan dengan generasi muda sebagai calon pemimpin masa depan, dengan cara menumbuhkan semangat berwirausaha di kalangan muda, kalangan muda yang dimaksud disini adalah pelajar dan mahasiswa. Pembibitan wirausaha dengan sasaran kaum muda adalah pilihan yang tepat. Dengan mengikuti program ini, diharapkan peserta mengalami perubahan cara berfikir (mindset) dan bercita-cita menjadi pengusaha.
Selain itu, dengan adanya program ini, Perum Pegadaian berharap bisa lebih dekat dengan pelajar atau mahasiswa serta masyarakat. Karena kalangan muda ini juga adalah kelompok potensial yang beberapa tahun ke depan bisa menjadi nasabah atau pelanggan Perum Pegadaian. Mereka juga sekaligus bisa menjadi pemasar tidak langsung (indirect marketing) produk-produk Perum Pegadaian.

C.    BUDAYA KINERJA PERUM PEGADAIAN CABANG DINOYO
Budaya kinerja adalah suatu situasi kerja yang memungkinkan semua pegawai dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya.
Situasi kerja dapat diciptakan dari lingkungan kerja, yaitu tersedianya lingkungan kerja yang kondusif termasuk di dalamnya penetapan jam kerja, peraturan yang berlaku, kepemimpinan serta lingkungan fisik.
Dari waktu ke waktu manajemen Perum Pegadaian selalu berusaha untuk memperbaiki kondisi fisik bangunan gedung yang menjadi tempat operasional pelayanan gadai, hal ini bisa dilihat pada fisik kantor Perum Pegadaian. Pada Perum Pegadaian Cabang Dinoyo kondisi fisik kantor sudah cukup bagus, pegawai sudah merasa nyaman dalam melaksanakan pekerjaan sehari-harinya. Fasilitas yang diperlukan pegawai seperti kamar mandi, tempat sholat, juga sudah cukup memadai. Dengan demikian situasi kerja dari fisik kantor sudah memungkinkan pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya. Dengan kondisi fisik bangunan yang sudah cukup nyaman tersebut juga menyebabkan konsumen yang datang pada perum Pegadaian merasa puas dan memiliki pandangan positif pada perum pegadaian sehingga konsumen tidak kapok untuk kembali jika memerlukan jasa dari Perum Pegadaian lagi.
Manajemen juga berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, jam kerja yang cukup fleksibel serta memberikan hak cuti baik itu cuti tahunan, cuti besar, cuti karena alasan sakit ataupun cuti melahirkan bagi para pegawainya. Hal ini juga tidak kalah penting karena dengan adanya lingkungan kerja yang sehat tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai.
Namun yang belum mendapat perhatian dari pihak manajemen adalah pada  keselamatan kerja terutama bagi penaksir, yang setiap hari bertugas melakukan pengujian terhadap barang jaminan emas terutama dengan menggunakan air uji nitrat, yang tentu saja sangat berdampak pada kesehatan penaskir yang bersangkutan. Manajemen belum terlalu memperhatikan keselamatan kerja mereka, padahal tugas dan fungsi mereka juga tidak kalah penting jika dibandingkan dengan pegawai yang bertugas melayani konsumen secara langsung.

D.    10 SEMANGAT  KEWIRAUSAHAAN PADA PERUM PEGADAIAN CABANG DINOYO
1.      Mengarahkan ketimbang mengayuh
Pimpinan pada Perum Pegadaian Cabang Dinoyo dalam memberikan penjelasan kepada bawahannya cenderung mengarahkan ketimbang mengayuh. Hal ini terbukti pada sosialisasi budaya organisasi pada pegawai. Dari sosialisasi tersebut pegawai diarahkan untuk menjalankan pekerjaan sesuai dengan budaya yang berlaku pada Perum Pegadaian. Pimpinan cenderung memberikan pengertian bahwa budaya organisasi sangat penting untuk dijalankan untuk mencapai misi organisasi. Pegawai tidak diawasi dan diajari setiap saat, namun yang lebih ditekankan adalah menumbuhkan kesadaran pada individu pegawai agar dapat menjalankan tugas pekerjaannya sendiri sesuai dengan budaya yang diinginkan.
2.      Memberi wewenang kepada masyarakat
Dengan memberikan uang pinjaman pada masyarakat Perum Pegadaian telah memberikan wewenang pada masyarakat untuk mengembangkan sendiri uang dari hasil pinjaman tersebut. Masyarakat dapat mengembangkan pinjaman tersebut untuk berbagai keperluan yang dapat mengembangkan kondisi perekonomiannya. Seperti misalnya menggunakan uang pinjaman untuk berwirausaha sehingga jika berhasil dapat mengangkat perekonomiannya.
3.      Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan
Pelayanan dari masing-masing cabang perum pegadaian akan dinilai oleh pusat. Jadi terdapat dorongan untuk melaksanakan pelayanan terbaik pada masing-masing cabang. Seperti pada Perum Pegadaian Cabang Dinoyo yang merasa harus bersaing dengan cabang atau institusi lain yang juga bergerak dalam bidang jasa yang sama. Dengan demikian ada komitmen yang kuat dari pegawai untuk terus meningkatkan pelayanan.
4.      Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi daripada peraturan
Cara kerja Perum Pegadaian digerakkan oleh misi perusahaan yaitu “Membantu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya golongan menengah ke bawah dengan memberikan solusi keuangan yang terbaik melalui penyaluran pinjaman skala mikro, kecil dan menengah atas dasar hukum gadai dan fidusia; memberikan manfaat kepada pemangku kepentingan dan melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik secara konsisten; serta melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya..
Misi ini yang lebih mendorong pegawai pegadaian melaksanakan pelayanan yang berkualitas pada masyarakat, daripada peraturan. Melalui misi tersebut Perum Pegadaian ikut meningkatkan perekonomian masyarakat dengan cara memberikan uang pinjaman berdasarkan hukum gadai kepada masyarakat kecil, baik yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif, agar mereka terhindar dari praktek pinjaman uang dengan bunga yang tidak wajar.
5.      Lebih berorientasi pada hasil bukan input
Orientasi Perum Pegadaian adalah bagaimana menghasilkan kinerja yang baik sehingga kepuasan konsumen dapat tercipta. Input kinerja seperti sumber daya manusia, modal, dan waktu sebenarnya juga diperhatikan. Namun yang jauh lebih mendapat perhatian dari pimpinan yaitu hasil akhirnya.
6.      Berorientasi pada pelanggan bukan birokrasi
Sesuai dengan misi perusahaan yaitu “Membantu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat…” maka orientasi perum Pegadaian adalah pelanggan (rakyat). Pegawai tidak bertindak sebagai abdi Negara, melainkan bertindak sebagai abdi masyarakat.
7.      Berorientasi wirausaha
Kegiatan yang dilakukan pada Perum Pegadaian orientasinya adalah wirausaha. Seperti program CSR yang diberi nama “Go Entrepreneur”. Dengan program tersebut Perum Pegadaian ingin turut berpartisipasi menumbuhkan bibit wirausaha di kalangan muda.
8.      Bersifat antisipatif
Pegawai dalam menjalankan pekerjaannya tidak serta merta hanya menjalankan pekerjaan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kadang kala juga diperlukan antisipasi pemecahan masalah sendiri jika ada kejadian di luar dugaan. Seperti misalnya terjadi peristiwa kerusakan barang akibat kelalaian pegawai di depan konsumen yang secara langsung menyaksikan kelalaian pegawai tersebut, pegawai harus memiliki antisipasi pemecahan masalah yang dapat diterima oleh konsumen, tidak hanya menunggu perintah dan solusi dari atasan.
9.      Menciptakan desentralisasi
Setelah statusnya berubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) pada tahun 1990, maka seluruh kekayaan termasuk pegawai pegadaian dipisahkan dari administrasi Departemen Keuangan. Dari sini desentralisasi mulai terbentuk. Perum Pegadaian merasa perlu memikirkan suatu identitas perusahaan untuk menjalankan usahanya sendiri. Alat timbangan kemudian dipilih sebagai identitas perusahaan yang dikembangkan berdasarkan kepribadan pegadaian yaitu “mengatasi masalah tanpa masalah”. Tentunya itu tidak semata-mata hanya sebagai jargon kalimat tanpa makna, namun kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai harus benar-benar dapat memberikan solusi yang baik bagi masyarakat.
Namun jika dilihat pada budaya Perum Pegadaian Cabang Dinoyo belum dapat menciptakan desentralisasi. Karena budaya organisasi masih tergantung pada pusat. Berbagai inovasi program yang dijalankan juga merupakan rekomendasi dari pusat, jadi belum dapat mengatur dan membuat budaya organisasi sendiri di cabang tersebut.
10.  Berorientasi pada pasar
Orientasi pada perum pegadaian adalah bagaimana agar pasar dapat berpihak pada perusahaan tersebut. Dengan semakin ketatnya persaingan dalam bidang jasa yang sama, maka pegawai harus pandai agar pasar dapat percaya pada Perum Pegadaian, bukan pada institusi lain.



DAFTAR PUSTAKA

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Handout Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Prima


www.pegadaian.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar